Jumat, 27 Juni 2008

PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU

Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas dari kelompok shellfish yang sudah dikenal masyarakat, di samping kerang darah (Anadara sp), kijing Taiwan (Anodonta sp), dan kerang bulu. Kerang hijau adalah salah satu hewan laut yang sudah lama dikenal sebagai sumber protein hewani yang murah, kaya akan asam amino esensial (arginin, leusin, lisin). Kerang hijau mengandung daging sekitar 30% dari berat keseluruhan, yang mengandung mineral-mineral kalsium, fosfat, besi, yodium, dan tembaga. Nama-nama local kerang hijau di Indonesia antara lain kerang hijau atau kijing (Jakarta), kemudi kapal (Riau) dan kedaung (Banten).

Karena permintaan pasar local meningkat, maka usaha budidaya kerang hijau makin diintensifkan, khususnya di pantai utara Pulau Jawa. Hal ini memberikan gambaran bahwa aktivitas unit pengolahan kerang hijau semakin tinggi. Kegiatan pengolahan kerang hijau menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Besarnya jumlah limbah padat cangkang kerang hijau yang dihasilkan, maka diperlukan upaya serius untuk menanganinya agar dapat bermanfaat dan mengurangi dampak negative terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Berdasarkan data ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun 2003 dan 2004, untuk komoditas koral dan kulit kerang dihasilkan sekitar 3 208 ton dan 2 752 ton (DKP, 2005). Berkaitan dengan ketentuan CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries), maka usaha pengolahan hasil perikanan harus dilakukan lebih optimal dan ramah lingkungan. Pemanfaatan limbah padat kerang hijau belum dilakukan secara optimal oleh beberapa unit pengolahan ikan yang berkembang di Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah (added value) dari komoditas tersebut.

Selama ini limbah padat kerang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan, atau bahkan sebagai campuran pakan ternak. Pengolahan limbah tersebut tentunya belum mempunyai nilai tambah yang besar karena masih terbatas dari segi harga maupun jumlah produksinya. Sehingga diperlukan upaya dalam pemanfaatan limbah tersebut berupa diversifikasi produk pangan manusia yang diformulasikan dalam bentuk tepung sebagai sumber kalsium alami dan diaplikasikan sebagai bahan fortifikasi dalam suatu produk yang sudah populer dan digemari masyarakat banyak, yaitu kerupuk.

Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering, ringan, dan porous, yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Kerupuk merupakan makanan kudapan yang sangat populer, mudah cara pembuatannya, beragam warna dan rasa, disukai oleh segala lapisan usia dan suku bangsa di Indonesia ini. Namun selama ini produk kerupuk hanya digunakan sebagai makanan kudapan yang bersifat hiburan saja dan nyaris tanpa memperhatikan nilai maupun mutu gizinya. Dengan adanya pemanfaatan cangkang kerang yang dibuat menjadi tepung kalsium dan diaplikasikan sebagai bahan tambahan dalam produk krupuk, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah yang berguna bagi masyarakat, khususnya bagi penderita defisiensi kalsium dan penderita gangguan tulang (osteoporosis). Penderita osteoporosis lebih banyak diderita oleh penduduk Asia yang mempunyai postur tubuh yang kecil, dan di antara penduduk Asia sendiri ternyata kaum perempuan lebih banyak yang terkena osteoporosis dibandingkan kaum prianya. Osteoporosis adalah penyakit rapuh tulang yang ditandai dengan hilangnya kepadatan tulang, sehingga tulang mudah patah dan tidak tahan benturan, walaupun ringan. Asupan kalsium yang tidak mencukupi dan rendahnya penyerapan kalsium oleh tubuh, hanyalah dua dari beberapa faktor resiko bagi timbulnya osteoporosis.

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia, yaitu 1.5-2% dari bobot tubuh orang dewasa. Bagian tubuh yang terbanyak mengandung kalsium adalah tulang dan gigi, yaitu bersama-sama dengan fosfat membentuk kristal yang tidak larut disebut kalsium hidroksiapatit (3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2). Kebanyakan kalsium di dalam bahan nabati tidak dapat digunakan dengan baik karena berikatan dengan oksalat, fitat yang dapat membentuk garam kalsium yang tidak larut dengan air, sehingga dapat menghambat absorpsi kalsium. Beberapa mineral pada ikan merupakan unsur pokok dari jaringan keras seperti tulang, sirip, dan sisik. Unsur utama dari tulang ikan terdiri dari kalsium, fosfor, dan karbonat; sedangkan yang terdapat dalam jumlah kecil adalah magnesium, sodium, fitat, klorida, sulfat, strontium. Persentase berat kalsium pada ikan secara umum adalah 0.1-1.0%, dimana rasio kalsium dan fosfor adalah 0.7-1.6. Saat tubuh sangat membutuhkan kalsium dan berada pada kondisi optimal, 30-50% kalsium yang dikonsumsi dapat diabsorpsi tubuh, sedangkan pada kondisi normal, penyerapan sebesar 20-30% dianggap baik, dan kadang-kadang penyerapannya hanya mencapai 10%. Pada masa pertumbuhan anak, penyerapan dapat mencapai 75% dari makanan berkalsium. Agar kalsium dapat digunakan tubuh, maka kalsium tersebut harus dapat diserap oleh tubuh terlebih dahulu. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan kalsium, yaitu : (1) keberadaan asam oksalat dan asam fitat, (2) keberadaan serat yang dapat menurunkan waktu transit makanan dalam saluran cerna sehingga mengurangi kesempatan untuk absorpsi, (3) rendahnya bentuk aktif vitamin D, (4) keseimbangan rasio fosfor dan kalsium, (5) kompleksitas struktur dan konfigurasi protein.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1999, kerupuk adalah suatu produk makanan kering yang dibuat dari tepung pati dengan penambahan bahan-bahan lainnya dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Berdasarkan bentuk dan rupanya, maka dikenal pula jenis kerupuk mie, kerupuk kemlang, dan kerupuk atom. Bahan baku yang paling banyak digunakan untuk pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka. Namun banyak juga kerupuk yang menggunakan bahan dasar tepung kedelai, dan tepung sagu. Pembuatan kerupuk meliputi empat tahap proses yaitu pembuatan adonan, pengukusan, pengeringan, dan penggorengan. Mutu kerupuk dapat dinilai dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu bersifat sensori, kimiawi, fisik, mapun mikrobiologis.
warna kerupuk yang ditambahkan tepung cangkang kerang hijau (10%) menjadi lebih gelap daripada warna kerupuk komersial maupun kerupuk kontrol (0%); sehingga untuk dapat meningkatkan daya terima konsumen, maka penambahan zat pemutih bahan makanan dapat diberikan dengan kadar tertentu. Tingginya kadar abu pada kerupuk yang difortifikasi oleh tepung cangkang kerang hijau berkorelasi positif dengan tingginya kadar kalsium yang berkontribusi di dalamnya. Analisis bioavailabilitas kalsium dilakukan secara in vitro, dan diperoleh hasil bahwa hanya 12.93% kalsium yang dapat diserap oleh tubuh pada pada kerupuk kontrol (0%) dan 6.09% kalsium yang dapat diserap oleh tubuh pada kerupuk dengan fortifikasi 10% tepung cangkang kerang hijau; walaupun kalsium yang tersedia pada kerupuk kontrol (0%) adalah 4.90 mg/100g dan pada kerupuk dengan 10% fortifikasi cangkang kerang hijau adalah 156.77 mg/100g.

Pada uji kesukaan dengan nilai hedonik berkisar antara 1 (tidak suka) sampai 7 (amat sangat suka), maka nilai rata-rata kesukaan konsumen yang diperoleh pada kerupuk kontrol (0% tepung cangkang kerang hijau) adalah 3.81 (agak suka); sedangkan nilai rata-rata kesukaan konsumen yang diperoleh pada kerupuk yang ditambahkan 10% tepung cangkang kerang hijau adalah 3.62 (agak suka). Sehingga dapat dikatakan bahwa kerupuk yang ditambahkan tepung cangkang kerang hijau pun ternyata tidak mempengaruhi kesukaan konsumen secara signifikan. Maka penggunaan tepung cangkang kerang hijau dapat dijadikan salah satu alternatif untuk perbaikan nilai kalsium pada produk, peningkatan nilai tambah limbah cangkang kerang hijau, serta perbaikan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Namun hal yang patut dianjurkan bila mengkonsumsi kerupuk yang difortifikasi dengan tepung cangkang kerang hijau adalah juga meningkatkan asupan bahan-bahan makanan yang kaya fosfor, sehingga dapat meningkatkan bioavailabilitas kalsium pada kerupuk yang difortifikasi dengan tepung cangkang kerang hijau.

Mengingat nilai ekonomi limbah cangkang kerang hijau hampir tidak ada, maka pemanfaatan limbah cangkang kerang hijau akan merupakan suatu lahan bisnis baru yang prospektif, di samping turut mensukseskan program pengembangan produk hasil perikanan serta berorientasi pada perluasan penyediaan lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir khususnya dan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum di Indonesia.

Senin, 23 Juni 2008

KARAKTERISTIK DAN EKOSISTEM WILAYAH PESISIR


PENDAHULUAN

Ekosistim lautan merupakan sistim akuatik yang terbesar diplanet bumi. Ukuran dan kerumitannya menyulitkan kita untuk dapat membicarakannya secara utuh sebagai suatu kesatuan. Akibatnya dirasa lebih mudah jika membaginya menjadi sub-bagian yang dapat dikelola, selanjutnya masing-masing dapat dibicarakan berdasarkan prisip-prinsip ekologi yang menentukkan kemampuan adaptasi organisme dari suatu komunitas. Tidak ada suatu cara pembagian laut yang telah diajukan yang dapat diterima secara universal. Cara pembagiannya telah diterangkan oleh Hedgpeth (1957) dan telah banyak dipakai oleh para ilmuwan dan pakar kelautan diseluruh dunia.

Sub bagian utama yang ada di lautan

Di awali dengan perairan terbuka, terdapat su-bagian yang dapat dibuat baik ke arah vertikal maupun horizontal.

Adapun pembagiannya dapat diurutkan sebagai berikut:

Kawasan pelagik: adalah suatu kawasan yang terbuka; sedangkan bentik berlawanan arti dengan pelagik yang adalah merupakan zona dasar laut.

Secara horizontal kawasan pelagik dibagi 2 bagian:

  1. zona neritik; mencakup massa air yang terdapat di paparan benua;
  2. zona oseanik; merupakan semua massa air lainnya selain denganzona neritik.

Secara vertikal kawasan pelagik dapat dibagi berdasarkan cahaya matahari:

  1. zona fotik; adalah bagian kawasan pelagik yang mendapat cahaya. Pembatasan bawahnya adalah batas tembusnya cahaya dan kedalamannya bervariasi bergantung pada kejernihan air, pada umumnya perbatasan terletak pada kedalaman 100-150 m. zona fotik ini disebut juga dengan zona epipelagik.
  2. zona afotik; adalah zona dimana tidak adanya cahaya matahari (selalu gelap). Pada zona ini dapat dibagi pula secara vertikal adalah sebagai berikut:
    • zona mesopelagik; terletak pada kedalaman 700 – 1000 m; dengan suhu 100 C.
    • zona batipelagik; terletak pada kedalaman antara 700 – 1000 m dan 2000 – 4000 m; dengan suhu antara 100 C dan 40 C.
    • zona abisal pelagik; terletak pada kedalaman 6000 m.
    • zona hadal pelagik; merupakan daerah terbuka dari palung lautan-dalam dengan kedalaman 6000 – 10.000 m.

Sedangkan berdasarkan kedalaman perairan dihubungkan dengan zona yang berlaku zona bentik dapat dibagi atas:

  1. zona batial; adalah daerah dasar yang mencakup lereng benua dan ke bawah sampai kedalaman 4000 m.
  2. zona abisal; termasuk dataran abisal yang luas dari pasu lautan pada kedalaman antara 4000 – 6000 m.
  3. zona hadal; adalah zona bentik dan palung lautan dengan kedalaman antara 6000 – 10.000 m.

Bagian-bagian lingkungan Pesisir (Coastal)

Gambaran umum

Wilayah pesisir atau coastal adalah salah satu sistim lingkungan yang ada dimana zona intertidal atau lebih dikenal dengan zona pasang surut adalah merupakan daerah yang terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia, merupakan pinggiran yang sempit sekali – hanya beberapa meter luasnya – terletak di antara air tinggi (high water) dan air rendah (low water). zona ini merupakan bagian laut yang paling dikenal dan paling dekat dengan kegiatan kita apalagi dalam melakukan berbagai macam aktivitas, hanya di daerah inilah penelitian dapat langsung kita laksanakan secara langsung selama perioda air surut, tanpa memerlukan peralatan khusus.

Kondisi lingkungan.

Susunan faktor-faktor lingkungan dan kisaran yang dijumpai di zona intertidal disebabkan zona ini berada di udara terbuka selama waktu tertentu dalam waktu setahun, dan kebanyakan faktor fisiknya menunjukkan kisaran yang lebih besar di udara daripada di air.

Adapun faktor-faktor pembatas yang menjadi indikator di wilayah pesisir dapat disebutkan sebagai berikut:

Pasang Surut (Tide)

Naik turunnya permukaan laut secara periodik selama satu interval waktu disebut pasang-surut. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling penting yang mempengaruhi kehidupan di zona intertidal. Tanpa adanya pasang-surut atau hal-hal lain yang menyebabkan naik turunnya permukaan air secara periodik, zona ini tidak akan seperti itu, dan faktor-faktor lain akan kehilangan pengaruhnya. Ini diakibatkan kisaran yang luas pada banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang bergantian antara keadaan terkena udara terbuka dan keadaan yang terendam air. Jika tidak ada pasang surut, fluktuasi yang besar ini tidak akan terjadi.

Dengan pengecualian, kebanyakan daerah pantai di dunia mengalami pasang surut. Laut-laut besar yang sangat kurang mengalami pasang surut adalah laut tengah dan laut baltik. Di daerah ini, fluktuasi permukaan air di garis pantai terutama yang disebabkan oleh pengaruh angin (gerakan air) yang mendorong air laut ini. Tetapi, hal ini tidak berarti bahwa semua pantai mengalami kisaran atau tipe pasang surut yang sama. Penyebab terjadinya pasang surut dan kisaran yang berbeda, sangat kompleks dan berhubungan dengan interaksi tenaga penggerak pasang surut, matahari dan bulan, rotasi bumi, geomorfologi pasu samudra, dan osilasi alamiah berbagai pasu samudera.

Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari atau sering juga disebut pasang surut diurnal, atau dua kali sehari atau disebut juga pasang surut semi diurnal. Dan ada juga yang berperilaku diantara keduanya disebut dengan pasang surut campuran. Pada suatu perairan pasang surut ini dapat diprediksi dengan analisa numerik sehingga pengetahuan kita tentang ramalan pasang surut akan memudahkan pada saat kita melaksanakan penelitian di daerah pesisir. Untuk keperluan itu diperlukan data pengukuran paling sedikit selama 15 hari, atau selama 18.6 tahun jika ingin mendapatkan hasil prediksi dengan akurasi yang tinggi. Data-data yang didapat tersebut dapat kita uraikan menjadi komponen pasang surut, yang kita kenal dengan komponen harmonik. Hal ini dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, sehingga dengan mengetahui amplitudo dan perioda dari masing-masing komponen pasut tersebut, kita dapat mensitesanya melalui penjumlahan komponen pasut yang ada.

Gelombang.

Di zona intertidal, gerakan ombak mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap organisme dan komunitas dibandingkan dengan daerah-daerah laut lainnya. Pengaruh in terlihat nyata baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas gelombang mempengaruhi kehidupan pantai secara langsung dengan dua cara utama.

  1. pengaruh mekaniknya menghancurkan dan menghanyutkan benda yang terkena. Sering terjadi penghancuran bangunan-bangunan buatan manusia yang disebabkan oleh berbagai jenis gelombang badai dan hal ini terjadi juga di zona intertidal. Jadi mahluk apapun yang mendiami zona ini harus beradaptasi dengan mekanisme penghancuran gelombang ini. Pada pantai-pantai yang memilki pasir atau kerikil, kegiatan ombak yang besar dapat membongkar substrat yang ada disekitarnya, sehingga mempengaruhi bentuk zona . Terpaan ombak dapat menjadi pembatas bagi organisme yang tidak dapat menahan terpaan tersebut, tetapi diperlukan bagi organisme lain yang tidak dapat hidup selain di daerah dengan ombak yang kuat.
  2. kegiatan ombak dapat memperluas bataszona intertidal. Ini terjadi karena penghempasan air yang lebih tinggi di pantai dibandingkan yang terjadi pada saat pasang surut yang normal. Deburan ombak yang terus-menerus ini membuat organime laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi di daerah yang terkena terpaan ombak daripada di daerah tenang pada kisaran pasang surut yang sama.

Kegiatan ombak juga mempunyai pengaruh kecil lainnya:

Yakni mencampur atau mengaduk gas-gas atmosfir ke dalam air, jadi meningkatkan kandungan oksigen sehingga daerah yang diterpa ombak tidak pernah kekurangan oksigen. Karena interaksi dengan atmosfer terjadi secara teratur dan terjadi pembentukan gelembung serta pengadukan substrat, penetrasi cahaya di daerah yang diterpa ombak dapat berkurang. Akan tetapi secara ekologi hal ini tidak begitu jelas.

Suhu dan Salinitas

Merupakan parameter yang sangat penting apabila kita menyelidiki tentang asal-usul dari air tersebut. Kedua parameter ini menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas antara dua tempat akan menhasilkan perbedaan tekanan yang kemudian memicu aliran massa air dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Disamping itu, dengan menggambungkan suhu dan salinitas dalam suatu diagram (dikenal sebagai T-S diagram) kita dapat melacak asal-usul dari massa air tesebut.

Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh:

  • radiasi surya
  • posisi surya
  • letak geografis
  • musim
  • kondisi awan
  • serta proses antara air tawar dan air laut (seperti alih bahang, penguapan , hembusan angin.

Salinitas juga dipengaruhi oleh:

  • lingkungan (muara sungai atau gurun pasir)
  • musim
  • interaksi antara air dan udara (penguapan dan hembusan angin, percampuran antara sungai dan laut, dan interaksi antara laut dengan daratan/gunung es)

Salinitas didefinisikan sebagai berikut:

Sebagai jumlah kandungan garam dari suatu perairan, yang dinyatakan dalam permil. Kisaran salinitas air laut antara 0 – 40 ‰, yang berarti kandungan garam berkisar antara 0 – 40 g/kg air laut

TIPE – TIPE PANTAI INTERTIDAL

Dari semua pantai intertidal, pantai berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang padat mikroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Keadaan ini berlawanan dengan penampilan pantai berpasir dan pantai berlumpur yang hampir tandus. Populasi yang padat dan keragamantopografi, serta banyaknya species di pantai berbatu ini telah mempesonakan para ahli biologi laut dan ekologi laut.

Zonasi

Adapun pembagian zona untuk pantai berbatu terdiri atas pembagian secara horizontal dan pembagian secara vertikal.

zona Horizontal, ini tersusun secara tegak lurus mulai dari permukaan pasang turun terendah (low tide) sampai kedaratan yang sebenarnya (high tide).

zona vertikal, pada zona intertidal berbatu amat beragam, bergantung pada kemiringan permukaan berbatu, kisaran pasng-surut, dan keterbukaannya terhadap gerakan ombak.

Oleh Stephenson dan Stephenson (1949) mengusulkan suatu skema universal untuk pantai berbatu. Skema ini dibagi atas:

  1. Tepi Supralitoral,batas atasnya adalah zona untuk teritip (orgisme penempel) dan meluas ke batas atas untuk siput dari genus Littorina. Bagian dari zona ini dapat dicapai oleh pasang purnama (Full Moon), akan tetapi lebih dominan oleh gelombang yang pecah di pesisir. Di atas zona ini adalah zona supralittoral daratan.
  2. zona Midlittoral, adalah zona yang paling luas, batas teratasnya bertepatan dengan batas teratasnya dari zona teritip sedangkan batas bawahnya ditempati oleh jenis Laminaria yang mencapai penyebaran yang paling tinggi.
  3. Tepi infralitoral, membentang dari pasang surut terendah sampai batas atas dari kebun kelp (

Penyebab adanya Zonasi.

  1. Faktor Fisik, yang terdiri dari pasang surut, suhu (penyebab kekeringan), Sinar matahari.
  2. Faktor Biologis, yang utama adalah persaingan, pemangsaan dan grazing (herbivor)

Pantai : Pengertian dan Tipe

Wilayah pantai adalah:

Daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pantai meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, angin laut serta perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pantai mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun kegiatan yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran”.

Tipe-tpe pantai:

Pantai merupakan kawasan yang selalu berubah. Perubahan ini disebabkan oleh proses pengendapan dari padatan-padatan yang berada dalam badan air, proses pengikisan (abrasi), dan transportasi sedimen dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perilaku pantai tersebut sangat erat kaitannya dengan parameter lingkungan yang bekerja di wilayah itu, seperti gelombang, arus pantai, pasang surut, maupun angin.

Tipe-tipe pantai yang ditemui adalah:

  1. Pantai Berbatu. Pantai ini terbentuk dari batu granit dari berbagai ukuran tempat ombak pecah. Umumnya pantai berbatu terdapat bersama-sama atau berseling dengan pantai berdinding batu. Kawasan ini paling padat makroorganismenya, dan mempunyai keragaman fauna meupun flora yang paling besar. Tipe pantai ini banyak ditemui di selatan jawa, Nusa tenggara dan Maluku.
  2. Pantai Berpasir. Pantai ini dapat ditemui di daerah yang jauh dari pengaruh sungai besar, atau dipulau kecil yang terpencil. Makroorganisme yang hidup disini tidak sepadat dikawasan pantai berbatu, dan karena kondisi lingkungannya organisme yang ada cenderung menguburkan dirinya ke dalam substrat. Kawasan ini lebih banyak dimanfaatkan manusia untuk berbagai aktivitas rekreasi.
  3. Pantai Berlumpur. Perbedaan antara tipe pantai ini dengan tipe pantai sebelumnya teretak pada ukuran butiran sedimen (substrat). Tipe pantai berlumpur mempunyai ukuran butiran yang paling halus. Pantai berlumpur terbentuk disekitar muara-muara sungai, dan umumnya berasosiasi dengan estuaria. Tebal endapan lumpurnya dapat mencapai 1 meter atau lebih. Pada pantai berlumpur yang amat lembek sedikit fauna maupun flora yang hidup disana. Perbedaan yang lain adalah gelombang yang tiba di pantai, dimana aktivitas gelombangnya sangat kecil, sedangkan untuk pantai yang lain kebalikannya.
  4. Pantai Berkarang. Pantai jenis ini terbentuk dari rumah/cangkang yang dibangun oleh hewan laut yang disebut Acropora, Fungia dan Porites (dalam Filum Coelenterata). Ataupun oleh tumbuhan laut yang disebut dengan Halimeda dan Lithohamnion. Koloni terumbu karang ini merupakan ekosistim yang khas di daerah tropis. Untuk selanjutnya akan dibahan dalam bagian berikut tentang Ekosistim Terumbu Karang atau Coral Reef.

EKOSISTIM DI WILAYAH PESISIR

Ekosistim di wilayah pesisir di bagi atas:

  1. ekosistim estuaria (estuary)
  2. ekosistim hutan mangrove (mangrove फॉरेस्ट)
  3. ekosistim padang lamun (seagrass)

EKOSISTIM ESTUARIA

Definisi:

Estuaria adalah: perairan pesisir semi-tertutup (semi-enclosed) dengan hubungan terbuka dengan laut; dengan demikian estuaria sangat dipengaruhi gerakan pasang surut muka laut, sedangkan air estuaria merupakan campuran air tawar yang masuk ke estuaria melalui drainase dari daratan, biasanya melalui sungai.

Klasifikasi Estuaria:

  1. Estuari berstartifikasi nyata atau estuaria baji garam, yang dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin. Estuaria ini banyak ditemukan di daerah dimana alir air tawar dari daratan (biasanya melalui sungai besar) lebih dominan ketimbang penyusupan (intrusi) air asin dari laut yang dipengaruhi oleh pasang surut.
  2. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal, banyak dipengaruhi oleh pasang surut sehingga tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi.
  3. Estuaria berstratifikasi sebagian/parsial atau estuaria berstratifikasi moderat. Paling umum dijumpai, biasanya aliran air tawar seimbang dengan masuknya air laut lewat arus pasang. Percampuran air teruatama oleh karena adanya aksi pasng surut secara terus-menerus, dan akan tercipta pola lapisan air dan massa air yang kompleks.

Biota Estuaria

Hewan air yang hidup di estuaria terdiri dari:

  1. spesies-spesies yang endemik (hampir seluruh hidupnya ada di estuaria) seperti bermacam kerang, kepiting dan ikan.
  2. spesies-spesies yang hanya tinggal untuk sementara waktu di estuaria seperti larva beberpa spesies udang dan ikan yang setelah menjadi dewasa seksual bermigrasi kelaut bebas.
  3. beberapa spesies ikan yang menggunakan estuaria sebagai jalur migrasi dari laut ke sungai dan sebaliknya seperti sidat dan ikan salmon.

Karakteristik Estuaria:

  1. Keterlindungan. Karena estuaria merupakan perairan yang semi-tertutup maka biota akan terlindung dari aksi gelombang laut, dan dengan demikian memungkinkan tumbuhan laut untuk mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan untuk menetap di estuaria.
  2. Kedalaman.
  3. Salinitas
  4. Sirkulasi air (sistim arus)
  5. Pasang Surut
  6. Peyimpanan dan pendauran zat hara.

Produktivitas Hayati Estuaria

Ada bebrapa penyebab sehingga produktivitas hayati estuaria sangat baik yaitu:

  1. estuaria berperan sebagai jebak zat hara. Dimana ada tiga cara ekosistim estuaria menyuburkan diri yaitu:
    • dipertahankan dan cepat di daur-ulang zat-zat hara oleh hewan-hewan yang hidup di dasar estuaria seperti bermacam kerang dan cacing.
    • Produksi detritus, yaitu partikel-partikel sersah daun tumbuhan akuatik makro seperti lamun, yang kemudian di makan olh bermacam ikan dan udang pemakan detritus.
    • Pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktivitas mikroba (organisme renik seperti bakteri) lewat akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar estuaria, atau lewat hewan penggali liang di dasar estuaria seperti bermacam cacing.
  1. Di daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dari kenyataan bahwa tetumbuhan terdiri dari bermacam tipe yang komposisinya demikian rupa sehingga proses fotosintesis terjadi sepanjang tahun.
  1. arti penting pasang surut dalam menciptakan suatu ekosistim akuatik yang permukaan airnya berfluktuasi.

Peran Ekologis Estuaria.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa peran ekologis estuaria yang penting ialah:

  1. merupakan sumber zat hara dan bahan organik bagi bagian estuaria yang jauh dari garis pantai maupun yang berdekatan dengannya, lewat diangkutnya zat hara dan bahan organik tersebut oleh sirkulasi pasang surut (tidal circulation);
  2. menyediakan habitat bagi sejumlah spesies ikan yang ekonomis penting yang bergantung pada dasar estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground); dan
  3. memenuhi kebutuhan bermacam spesies ikan dan udang yang hidup di lepas pantai, tetapi yang bermigrasi ke perairan yang dangkal dan terlindung untuk bereproduksi dan /atau sebagai tempat tumbuh besar (nursery ground) anak mereka.

EKOSISTIM HUTAN MANGROVE

Hutan mangrove adalah sebutan umum bagi suatu jenis komunitas hayati pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang khas yang mampu tumbuh dan berkembang di perairan payau. Hutan mangrove terdapat di daerah pasng surut pantai berlumpur yang terlindung dari gerakan gelombang dan dimana ada pemasokan air tawar dan partikel-partikel sedimen yang halus melalui aliran air permukaan (surface run – off).

Kondisi fisik hutan rawa mangrove.

Kondisi fisik yang nampak di daerah mangrove adalah:

  • Gerakan air yang minim, akibatnya partikel-partikel sedimen yang halus yang sampai di daerah mangrove cenderung mengendap dan menggumpal di dasr berupa lumpur halus.
  • Sirkulasi air dalam hutan mangrove. Berfungsi untuk mengalirkan unsur-unsur hara yang ada di hutan mangrove serta menghantarkan oksigen sehingga apabila terjadinya penumpukn substrat dikarenakan masa air yang bergerak di hutan mangrove tersebut.
  • Pasang surut, berfungsi sebagai piston dimana pasang surut ini dapat menghisap serta mengeluarkan aliran air sehingga terjadinya fluktuasi salinitas yang terdapat di hutang mangrove yang sagat mempengaruhi pertumbuhan serta perakaran yang terjadi.

Struktur dan adaptasi pohon Mangrove

Ada dua cara bagaimana pohon mangrove beradaptasi yaitu:

  1. dilengkapi struktur perakaran yang khas;
  2. menerapkan cara-cara yang khas untuk mendapatkan oksigen serta mencegah masuknya garam dalam jaringan pohon atau untuk mengeluarkan garam yang masuk kedalam jaringan pohon.

Adaptasi terhadap substrat lunak yang jelas tidak mampu menopang pohon terlihat pada sistim perakarannya, pada dasarnya ada dua tipe sistim perakaran:

    • Tipe pertama disebut sistem perakaran cakar ayam bercabang, cabang-cabang tiap akar luas menyebar. Sepanjang cabang-cabang ini tumbuh sederet anak cabang berbentuk pinsil yang tegak lurus menembus permukaan substrat dan yang dinamakan pneumatofora. Fungsi penumatofora adalah untuk menangkap oksigen.
    • Tipe kedua disebut sistim perakaran penyangga ganda dimana beberapa akar penyanggah tumbuh dari batang pohon menembus substrat, membentuk suatu struktur yang menyerupai kerangka payung. Dari akar-akar penyangga utama tumbuh akar-akar penyanggah sekunder menembus permukaan substrat. Juga dari akar-akar sekunder dapat dipercabangkan akar-akar penyangga tersier.

Biota Hutan Mangrove

Komunitas tumbuhan di ekosistim hutan mangrove seperti dikemukakan di atas didominasi oleh pohon-pohon mangrove. Di indonesia jenis-jenis pohon mangrove yang dikenal misalnya pohon bakau (Rhizophora spp), pedada (Rhizophora spp), tajang (Bruguiera spp) dan api-api (Avicennia spp).

Terdapat dua tipe hewan laut, yaitu yang hidup pada substrat keras, yakni pada akar pohon mangrove, dan yang menghuni dasar hutan mangrove yang berupa lumpur.

Kelompok hewan laut yang dominan dalam ekosisitim hutan mangrove ialah moluska, krustacea dan beberapa ikan yang khas. Moluska diwakili oleh beberapa siput yang pada umumnya hidup pada akar dan batang pohon mangrove. Terdapat pula siput pemakan detritus yang hidup pada lumpur di dasar akar.

Fungsi Ekologis Hutan Bakau

Hutan Mangrove berfungsi sebagai:

  1. penangkal abrasi pantai dan penghambat angin badai
  2. daerah asuhan dan tumbuh besar (nursery ground) dan daerah mencari makanan (feeding ground) serta daerah pemijahan (spawning ground) bermacam ikan dan udang yang komersial penting dan hidup di perairan pantai dan di perairan lepas pantai.
  3. sebagai penghasil sejumlah detritus. Detritus ini adalah partikel-partikel serasah daun dan dahan yang rontok menjadi serasah. Dikatakan bahwa hutan mangrove dapat menghasilkan 6 ton detritus/ha. Detritus akan dimanfaatkan oleh para pemakan detritus setempat.
  4. sebagai perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan (surface run-off) dan juga sebagai perangkap bahan-bahan pencemar tertentu yang akan diikat oleh substrat.


EKOSISTIM PADANG LAMUN (SEAGRASS BED)

Di dasar perairan pesisir tropik yang lebat banyak tumbuh tumbuhan yang lebat rerumputan laut yang merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang hidup berakar dalam dasar laut. Seluruh tumbuhan terendam dalam laut. Sama halnya dengan rumput daratan, lamun membentuk padang-padang lamun yang luas dan lebat di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh sinar matahari dengan tingkat energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Juga sama halnya dengan rumput daratan, lamun tumbuh tegak, berdaun tipis yang bentuknya mirip pita dan berakar jalar. Tunas-tunas tumbuh dari rizoma, yaitu bagian rumput yang tumbuh menjalar di bawah permukaan dasr laut. Berlawanan dengan tumbuhan lain yang hidup dan terendam dalam permukaan laut (misalnya ganggang/alga laut) lamun berbuah dan menghasilkan biji.

Seperti dikemukakan di atas, lamun terdapat di perairan pesisir yang dangkal dan jernih dimana itensitas cahaya matahari masih memadai untuk pertumbuhannya. Lain daripada itu sirkulasi air harus baik. Air yang mangangkut hasil metabolisme lamun seperti Karbin dioksida (CO2) ke luar daerah padang lamun. Juga bahan-bahan pencemar yang mungkin terdapat didarah sekitar padang lamun akan diangkut keluar wilayah tersebut.

Semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, mulai dari lumpur encer sampai batu-batuan. Namun padang-padang lamun yang luas boleh dibilang hanya dijumpai di dasar laut lumpur-berpasir yang lunak dan tebal. Padang-padang lamun sering terdapat di perairan laut antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang, dan terdapat keterkaitan yang erat antara ketiga ekosistim ini.

Fungsi padang lamun di Lingkungan Pesisir

  1. daun lamun segar merupakan makanan bagi ikan duyung ( yang sebenarnya bukan ikan, tetapi hewan menyusui : mamalia), penyu laut, bulu babi dan beberapa jenis ikan. Padang lamun merupakan daerah perumputan (grazing ground) yang penting artinya bagi hewan-hewan laut ini.
  2. sistim perakaran lamun yang padat saling menyilang dapat menstabilkan dasar laut dan mengakibatkan kokoh tertanamnya lamun dalam dasar laut. Bahkan lamun tidak mudah tercabut oleh gelombang yang kuat pada waktu badai/topan.
  3. padang lamun juga berfungsi sebagai perangkap sedimen yang kemudian diendapkan dan distabilkan.
  4. padang lamun merupakan habitat bagi bermacam ikan (pada umumnya ikan berukuran kecil) dan udang.
  5. pada permukaan lamun hidup berlimpah ganggang-ganggang renik (biasanya ganggang bersel tunggal) dan hewan-hewan renik serta mikroba, yang merupakan makananbagi bermacam ikan yang hidup di padang lamun.
  6. banyak jenis ikan dan udang yang hidup diperairan sekitar padang lamun menghasilkan larva yang bermigrasi ke padang lamun untuk tumbuh menjadi besar.
  7. daun-daun lamun juga berperan sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan sinar matahari.